Bermula dari sebuah film yang dirilis di tahun 1944, istilah gaslighting mulai dikenal masyarakat. Film yang berjudul “Gaslight” ini dibintangi antara lain oleh Charles Boyer dan Ingrid Bregman dengan sutradara George Cukor. Alkisah, Gregory Anton adalah seorang suami yang sering memanipulasi dan menyiksa serta meyakinkan istrinya yang bernama Paula bahwa ia telah kehilangan kewarasan atau gila (Cukor, 1944).
Berbagai langkah dilakukan sang suami, terhadap istrinya, untuk mempengaruhi kepercayaan diri sang istri, kepercayaannya pada lingkungan serta teman-teman di sekitarnya. Rangkaian langkah yang dilakukan sang suami dalam upaya untuk merebut harta sang istri yang didapat sebagai warisan dari tantenya, Alice yang dibunuh oleh Gregory Antony beberapa waktu sebelumnya. Upaya yang dilakukan atas Paula dengan membuatnya kehilangan kewarasan menjadi makna kata yang diambil dari judul film berbagai penghargaan pada masanya. (Abramson, 2014).
Mengacu pada film Gaslight maka gaslighting kini menjadi sebuah konsep yang menerangkan perilaku manipulatif seseorang terhadap orang lainnya. Gaslighting dilakukan oleh pelaku gaslighting (yang biasa disebut sebagai gaslighter). Gaslighter biasanya adalah seorang yang lebih dominan atau berkuasa (Stern, 2007). Mereka melakukan berbagai tindakan manipulatif saat berhubungan dengan orang lain yang cenderung lebih lemah.
Gaslighting tentunya bukanlah sesuatu yang positif. Korban gaslighting dapat masuk dalam situasi yang tidak nyaman dan bahkan membahayakan dirinya.
Gaslighting termasuk dalam perilaku dengan manipulasi psikologis dalam hubungan interpersonal, contohnya, antar teman, atasan kepada bawahan, bahkan hubungan dengan pasangan atau anak dan orang tua.
Dalam hubungan interpersonal berarti para pelakukanya berada dalam lingkup hubungan yang dekat. Gaslighter melakukan penyiksaan secara psikologis dengan melemahkan rasa percaya diri korban sehingga membuat korban menjadi mempertanyakan ingatan, sudut pandang, dan pola pikir korban (Afiyah, 2021). Komunikasi yang dilakukan di antara gaslighter dengan korbannya dapat berbentuk komunikasi verbal ataupun non verbal.
Gaslighting sebagai manipulasi komunikasi
Setiap komunikasi pada dasarnya memiliki suatu model tertentu. Di dalam setiap model komunikasi tentu ada penekanan tertentu yang membedakannya dari model komunikasi lainnya. Pada model komunikasi Harold Laswell (McQuail, 2010), proses komunikasi terdiri dari beberapa komponen sebagai pembentuknya, yaitu komunikator, pesan, komunikan, medium dan dampak.
Setiap komponen memiliki peran yang berbeda, namun menghasilkan suatu dampak. Dalam hal ini dampak yang muncul adalah pola komunikasi gaslighting. Untuk melihat bagaimana komunikasi yang ada di antara gaslighter dengan korbannya, mari kita lihat komponen-komponen pembentuk komunikasi.
Komunikator, dalam komunikasi gaslighting biasa disebut sebagai gaslighter. Komunikator memegang peranan yang sangat penting. Biasanya mereka adalah orang-orang yang berada dalam posisi yang lebih dominan. Dengan demikian, mereka memiliki kekuasaan terhadap korbannya. Gaslighter melakukan manipulasi terhadap sang korban dengan perilaku serta berbagai pernyataan verbal ataupun non verbal,
Tidak jarang ditemukan pelaku gaslighting adalah seorang pengidap Narcissistic Personality Disorder (NPD) (Ni, 2017). Dengan masalah kepribadian tersebut, mereka merasa sebagai pemegang kunci kebenaran. Sang korban dipaksa untuk percaya pada kebenaran yang disampaikannya. Hal ini juga membuat tidak semua gaslighter sadar saat melakukan manipulasi pada korbannya.
Para pelaku gaslighter cenderung suka berbohong. dr. Fiona Amelia MPH (Amelia, 2020), menjelaskan bahwa saat berbohong pun, para gaslighter ini bisa terlihat sangat jujur. Untuk mencapai tujuannya, mereka tidak ragu untuk terus berbohong bahkan menuduh orang lain yang berbohong. Seorang gaslighter cenderung memiliki perkataan yang tidak sama dengan perbuatannya.
Untuk mencapai maksudnya, para gaslighter sangat pintar memanfaatkan orang lain. Mereka pun seringkali memposisikan diri sebagai korban. Padahal saat terdesak, gaslighter tidak akan ragu menimpakan kesalahan pada korban, bahkan mengajak orang-orang lain untuk menyerang korban. Mereka pun dapat memanfaatkan hal atau barang yang berharga bagi korbannya untuk menekan sang korban.
Pesan yang disampaikan oleh gaslighter dapat berbentuk verbal dan non verbal. Bahasa tubuh serta perilaku menjadi bahasa non verbal dari gaslighter untuk menekan korbannya. Hal ini masih akan ditambah dengan berbagai kalimat negatif yang meluncur dari mulut seorang gaslighter pada korbannya.
Kalimat-kalimat yang sering keluar dari mulut seorang gaslighter antara lain adalah:
- ‘Itu hanya lelucon’
- ‘Semuanya salahmu’
- ‘Berhentilah bersikap insecure’
- ‘Kamu terlalu emosional/sensitif’
- ‘Berhentilah bersikap terlalu dramatis’
- ‘Itu, kan, hanya bercanda’
- ‘Itu tidak pernah terjadi, kok’
- ‘Jangan terlalu diambil hati, deh’
- ‘Masalahnya bukan aku, tapi masalahnya adalah kamu’
- ‘Niat aku nggak seperti itu, kok. Jangan salahkan aku, dong’
- ‘Sepertinya kamu butuh bantuan’
- ‘Udah, lupain aja dulu sekarang’
- ‘Kayaknya kamu salah ingat, deh’
Pesan dari para gaslighter biasanya berbentuk manipulatif dan provokatif. Dengan kebohongan, gaslighter melakukan manipulasi. Tentu saja kebohongan yang disampaikan akan merugikan korban. Bukan tidak mungkin pesan yang disampaikan adalah fitnah untuk korbannya. Meski berisi kebohongan hingga fitnah, pesan tersebut dapat memanipulasi korban hingga merasa bersalah. Di sisi lain, provokasi dalam pesan akan membuat korban tidak akan mempercayai kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, selain sang gaslighter.
Komunikan atau penerima pesan dari gaslighter adalah korban gaslighting. Patut diketahui tidak ada kriteria tertentu dari korban gaslighting yang berarti setiap orang pada dasarnya dapat menjadi korban gaslithing.
Beberapa ciri biasanya terlihat saat gaslighting berhasil pada korbannya. Namun gaslighting dapat dinyatakan berhasil saat korbannya memperlihatkan perilaku yang berbeda dari kepribadiannya.
Ciri lain yang tampak antara lain adalah korban cenderung menutup diri dari lingkungan sekitarnya. Korban juga seringkali justru membela pelaku. Kepribadian korban biasanya juga terlihat berbeda, tidak percaya diri, merasa terlalu sensitif, sulit membuat keputusan atau mempertanyakan kewarasan dirinya. (Huizen, 2022)
Perilaku gaslighting biasanya tidak hanya akan dilakukan sekali. Perilaku manipulatif akan dilakukan gaslighter secara berulang. Dengan manipulasi yang terus menerus, korban akan percaya dan bahkan bergantung pada gaslighter yang memang adalah orang dekat dalam hidupnya.
Gaslighting dapat terjadi pada komunikasi yang dilakukan secara langsung ataupun dengan menggunakan medium tertentu. Penyesuaian tentu akan dilakukan, namun gaslighter dapat menyampaikan pesan dengan kedua jenis komunikasi. Patut diingat gaslighting biasanya terjadi pada komunikasi interpersonal. Dalam bentuk komunikasi interpersonal, komunikasi tatap muka secara langsung lebih sering dilakukan dan memberikan dampak yang lebih besar atas pesan yang disampaikan.
Noise untuk menghambat komunikasi gaslighting
Gaslighting memang cenderung terjadi pada komunikasi interpersonal. Pada komunikasi yang demikian, terdapat kedekatan hubungan antara komunikator dan komunikan atau gaslighter dengan korbannya. Komunikasi seringkali dilakukan secara tatap muka sehingga memiliki hubungan timbal balik. Pelaku melakukan aksinya sedikit demi sedikit namun tentu tetap berdampak. Secara akumulatif, dampak tersebut tentu akan semakin membesar sehingga sulit dihapuskan.
Joseph A. Devito menjelaskan adanya beberapa noise atau kendala yang dapat mempengaruhi efektifitas komunikasi interpersonal. Kendala yang dapat muncul adalah kendala fisik, psikologi, fisiologi dan semantik (Devito, 2016). Pada dasarnya, kendala adalah hambatan untuk terjadinya komunikasi yang efektif karena membuat pesan tidak tersampaikan dengan baik atau sempurna. Kendala bahkan dapat membuat pesan tidak dapat tersampaikan sama sekali.
Noise pada komunikasi gaslighting harus diwaspadai. Bukan tidak mungkin komunikasi yang terjadi bukanlah gaslighting. Noise dapat menjadi penyebab kesalah pahaman. Merujuk pada noise dari DeVito, kesalah pahaman dalam komunikasi dapat terjadi karena kemampuan komunikasi yang buruk dari komunikator seperti kesalahan saat memilih kata atau dalam menggunakan intonasi. Hal ini dapat membuat makna yang diterima oleh komunikan menjadi berbeda.
Di sisi lain, komunikan juga dapat melakukan kesalahan saat melakukan interpretasi pesan. Kesalah interpretasi dapat berujung kesalah pahaman dan menilai secara salah situasi yang dihadapi adalah gaslighting. Hal ini sesuai dengan pandangan Stuart Hall, bahwa komunikan tidaklah pasif (McQuail, 2010). Komunikan melakukan interpretasi atas pesan yang diterima. Komunikan melakukan interpretasi berdasarkan kondisi dirinya. Hal-hal seperti kemampuan intelektual, latar budaya, agama dan sebagainya akan mempengaruhi interpretasi komunikan.
Ada cara lain untuk menilai apakah gaslighting memang betul terjadi atau hanya sekedar kesalah pahaman akibat kemampuan komunikasi yang buruk yaitu dengan melihat pada ucapan serta perilaku komunikator. Jika tidak ada pernyataan bahwa “korban gila” atau “orang lain berbohong pada korban” serta tidak berupaya mengalienasi korban dari orang lain, maka patut diwaspadai bahwa yang terjadi adalah komunikasi yang buruk.
Namun demikian, saat gaslighting memang terjadi, tidak tersampaikannya pesan juga dapat berarti memutus kemungkinan berlangsungnya gaslighting. Oleh karena itu, kebalikan dari upaya untuk komunikasi yang efektif, maka untuk menangkal terjadinya gaslighting justru dapat dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang menghambat terjadinya penyampaian pesan dari komunikator pada komunikan.
Seperti misalnya, memanfaatkan lingkungan sekitar. Jika memang terjadi gaslighting maka korban sebaiknya menghindari komunikasi yang dilakukan pada lingkungan yang sepi. Ini sesuai dengan alah satu poin penting dalam komunikasi interpersonal yaitu konteks lingkungan fisik terjadinya komunikasi.
Komunikasi dari korban gaslighting
Gaslighter seringkali berupaya agar korbannya teralienasi dari lingkungan sekitar. Dengan terjauhkan dari orang-orang lain di sekitarnya, korban gaslighting akan kesulitan meminta pertolongan. Apalagi gaslighting adalah tindakan berulang yang makin lama tentu akan makin menggerus kepercayaan diri korban gaslighting.
Untuk mengatasi terus berlanjutnya gaslighting, para korban harus mau dan mampu mengubah situasi. Mereka harus memulai perubahan pada dirinya sendiri, pada cara mereka menghadapi gaslighter dengan mengontrol reaksi mereka terhadap gaslighter. Lebih jauh mereka berani terbuka atas kondisi yang menimpanya, meski tentu tidak mudah untuk meyakinkan orang lain.
Apalagi seringkali gaslighter adalah orang terdekat korban seperti pasangan atau bahkan orang tua. Untuk membantu meyakinkan orang lain, korban gaslighting harus memiliki bukti kuat seperti bukti rekaman ucapan dari gaslighter. Dengan melakukan langkah-langkah di atas, diharapkan gaslighting dapat diatasi. Korban dapat kembali menemukan kehidupannya yang seperti sediakala dalam interaksi yang normal.
Penulis dan Daftar Pusataka
Indriati Yulistiani
Daftar Pustaka
Abramson, K. (2014). Turning up the lights on gaslighting. Nous-Supplement: Philosophical Perspectives, 28(1), 1–30. https://doi.org/10.1111/phpe.12046
Afiyah, A. A. (2021). Penilaian masyarakat mengenai kenormlan berita-berita kekerasan seksual di media sosial twitter. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Amelia, F. (2020). Tanda-tanda Perilaku Gaslighting yang Perlu Anda Tahu - KlikDokter. Klik Dokter. https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/tanda-tanda-perilaku-gaslighting-yang-perlu-anda-tahu
CNN Indonesia. (2022). 6 Contoh Kalimat “Gaslighting” Paling Umum, Jangan Mau Ditipu. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220701201048-277-816251/6-contoh-kalimat-gaslighting-paling-umum-jangan-mau-ditipu
Communication Theory. (2020). Shannon and Weaver Model of Communication. Communication Theory. https://www.communicationtheory.org/shannon-and-weaver-model-of-communication/
Cukor, G. (1944). Gaslight (1944) - IMDb. Metro-Goldwyn-Mayer. https://www.imdb.com/title/tt0036855/
Devito, J. A. (2016). The Interpersonal Communication Book. In Syria Studies (14th ed., Vol. 7, Issue 1). Pearson Education, Inc.
Effendi, A. (2022). 11 Contoh Kalimat Gaslighting yang Bisa Memanipulasi Dirimu. Popbela.Com. https://www.popbela.com/relationship/dating/andhina-effendi/contoh-kalimat-gaslighting-untuk-memanipulasi/11
Huizen, J. (2022). What is gaslighting? Examples and how to respond. Medical News Today. https://www.medicalnewstoday.com/articles/gaslighting
McQuail, D. (2010). McQuail ’ s Mass Communication Theory (6th ed.). Sage.
Ni, P. C. (2017). 6 Common Traits of Narcissists and Gaslighters | Psychology Today. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/communication-success/201707/6-common-traits-narcissists-and-gaslighters
Stern, R. (2007). The gaslight effect : how to spot and survive the hidden manipulations other people use to control your life. Morgan Road Books. https://www.goodreads.com/work/best_book/860708-the-gaslight-effect-how-to-spot-and-survive-the-hidden-manipulation-oth
Tulisan ini pernah dimuat di Kompasiana 29 Agustus 2022
Ingin tahu lebih detail dan tips mengatasi gaslighting? hubungi kami!
Untuk respon cepat silahkan langsung le live chat kami atau hubungi horline kami :